Selasa, 22 November 2011

tempat suci hindu


Tempat Suci Hindu
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/65/Brihadeshwara_front_right.jpg/200px-Brihadeshwara_front_right.jpg Kuil Brihadeshwara dilihat dari sebelah kanan depan, dengan gaya Dravida
Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tempat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi Hindu, beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna. Di India setiap kuil menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama dan Bhatara Kresna sebagai utusan Tuhan untuk melindungi umat manusia.
Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk.

Istilah lain

Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”.
Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:
*       Mandir atau Mandira (bahasa Hindi – salah satu bahasa resmi India)
*       Alayam atau Kovil (bahasa Tamil)
*       Devasthana atau Gudi (Kannada)
*       Gudi , Devalayam atau Kovela (bahasa Telugu)
*       Puja pandal (bahasa Bengali)
*       Kshetram atau Ambalam (Malayalam)
*       Pura atau Candi (Indonesia: Bali, Jawa, dll.)
Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya, Devasthan, Deval atau Deul, dan lain-lain, yang berarti “Rumah para Dewa”. Biara Hindu sering disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru spiritual tinggal. Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.

Struktur dan arsitektur

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/25/Besakih02.jpg/200px-Besakih02.jpg Pura Besakih, kuil Hindu terbesar di pulau Bali
Bangunan suci Hindu umumnya menyerupai replika sebuah gunung, karena menurut filsafat Hindu, gunung melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannya. Selain itu, gunung merupakan kediaman para Dewa, seperti misalnya gunung Kailasha yang dipercaya sebagai kediaman Dewa Siwa. Selain menyerupai gunung, terdapat bangunan suci Hindu yang memiliki atap bertumpuk-tumpuk, dan di Indonesia dikenal dengan istilah Meru. Meru merupakan lambang dari lapisan alam, mulai dari alam terendah sampai alam tertinggi.
Arsitektur bangunan suci Hindu tidak lepas dari aturan-aturan yang termuat dalam kitab suci. Dalam pembangunan suatu tempat suci Hindu, arsitekturnya harus mengikuti apa yang termuat dalam sastra suci Hindu. Di Indonesia, selain berbentuk candi dan meru, bangunan suci Hindu juga berbentuk gedong dan padmasana.
Dalam bangunan suci Hindu, tidak jarang dijumpai relief atau pahatan, serta patung-patung yang berada di sekeliling areal suatu tempat suci. Umumnya patung-patung tersebut melambangkan Dewa-Dewi yang muncul dalam sastra dan mitologi Hindu. Fungsi berbagai patung dalam bangunan suci Hindu adalah sebagai hiasan atau simbol, karena bukan untuk disembah.

Dewa

Dewa (maskulin) dan Dewi (feminim) adalah keberadaan supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia. Mereka disembah, dianggap suci dan keramat, dan dihormati oleh manusia.
Dewa dianggap berwujud bermacam-macam, biasanya berwujud manusia atau binatang. Mereka hidup abadi. Mereka memiliki kepribadian masing-masing. Mereka memiliki emosi, kecerdasan, seperti layaknya manusia. Beberapa fenomena alam seperti petir, hujan, banjir, badai, dan sebagainya, termasuk keajaiban adalah ciri khas mereka sebagai pengatur alam. Mereka dapat pula memberi hukuman kepada makhluk yang lebih rendah darinya. Beberapa dewa tidak memiliki kemahakuasaan penuh, sehingga mereka disembah dengan sederhana.
Para makhluk supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia yang berjenis kelamin pria disebut "Dewa", sedangkan "Dewi" adalah sebutan untuk yang berjenis kelamin wanita.

Etimologi

Kata Dewa muncul dari agama Hindu, yakni dari kata Deva atau Daiwa (bahasa Sanskerta), yang berasal dari kata div, yang berarti sinar. Kata dewa dalam bahasa Inggris sama dengan Deity, berasal dari bahasa Latin deus. Bahasa Latin dies dan divum, mirip dengan bahasa Sanskerta div dan diu, yang berarti langit, sinar (lihat: Dyaus). Kata deva (sinar, langit) sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata devil (iblis; setan).
Istilah dewa diidentikkan sebagai makhluk suci yang berkuasa terhadap alam semesta. Meskipun pada aliran politeisme menyebut adanya banyak Tuhan, namun dalam bahasa Indonesia, istilah yang dipakai adalah "Dewa" (contoh: Dewa Zeus, bukan Tuhan Zeus). Biasanya istilah dewa dipakai sebagai kata sandang untuk menyebut penguasa alam semesta yang jamak, bisa dibayangkan dan dilukiskan secara nyata, sedangkan istilah Tuhan dipakai untuk penguasa alam semesta yang maha tunggal dan abstrak, tidak bisa dilukiskan, tidak bisa dibayangkan.

Hubungan antara Dewa dengan manusia

Para Dewa dipercaya sebagai makhluk yang tak tampak dan tak dapat dijangkau. Mereka hidup di tempat-tempat suci atau tempat-tempat yang jauh dari jangkauan manusia, seperti surga, neraka, di atas langit, di bawah bumi, di lautan yang dalam, di atas puncak gunung tinggi, di hutan belantara, namun dapat berhubungan dengan manusia karena manifestasi atau kekuatan supranaturalnya. Dalam beberapa agama monoteistik, Tuhan dianggap tinggal di surga namun karena kemahakuasaannya beliau juga ada dimana-mana sehingga dapat berhubungan dengan umatnya kapanpun dan dimana pun, namun secara kasat mata. Dalam pandangan umat beragama (monoteistik, politeistik, panteistik) sesungguhnya Tuhan ada dimana-mana, namun untuk memuliakannya Beliau disebuntukan tinggal di surga.
Dalam politeisme, para Dewa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki emosi dan wujud seperti manusia, sangat berkuasa, dan antara manusia dan para Dewa ada perbedaan yang sangat menonjol. Para Dewa tinggal di surga sedangkan manusia tinggal di bumi. Karena para Dewa tinggal di surga, maka para Dewa memiliki kekuasaan dan kesaktian untuk mengatur, menghukum atau memberkati umat manusia. Sementara para Dewa berkuasa, maka manusia memujanya dan memberikan persembahan agar dibantu dan diberkati oleh kemahakuasaan-Nya.

Dewa yang tunggal

Dalam agama yang menganut paham monoteisme, Dewa hanya satu dan sebutan Tuhan adalah sebutan yang umum dan layak. Tuhan merupakan sesuatu yang supranatural, menguasai alam semesta, maha kuasa, tidak dapat dibayangkan dan tidak bisa dilukiskan. Agama monoteisme enggan untuk mengakui adanya dewa-dewa karena dianggap sebagai Tuhan tersendiri.
Dalam agama Hindu dan Buddha, meskipun meyakini satu Tuhan, namun ada makhluk yang disebut Dewa yang diyakini di bawah derajat Tuhan. Dalam filsafat Hindu, para Dewa tunduk pada sesuatu yang maha kuasa, yang maha esa, dan yang menciptakan mereka yang disebut Brahman (sebutan Tuhan dalam agama Hindu). Dalam agama Buddha, para Dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang untuk mengatur umat manusia. Para Dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat diri mereka pada karma dan samsara.
Dalam hal ini, Tuhan (Allah, Yesus, Brahman, dan sebagainya) adalah sesuatu yang agung dan mulia, tidak bisa disamakan dengan Dewa dan tidak ada yang sederajat dengannya. Meskipun ada agama yang meyakini banyak Dewa (seperti Hindu dan Buddha) namun jika memiliki konsep Ketuhanan yang Maha Esa, para Dewa dianggap sebagai makhluk suci atau malaikat dan tidak sederajat dengan Tuhan.

Pandangan mengenai Dewa-Dewi

Agama Hindu

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/f/fa/Brahma_Vishnu_Mahesh.jpg/240px-Brahma_Vishnu_Mahesh.jpg
Trimurti atau Tritunggal Hindu (tiga perwujudan Tuhan yang utama menurut agama Hindu). Dari kiri ke kanan: Brahma (berkulit merah, berkepala empat); Wisnu (berkulit biru, berlengan empat); dan Siwa (berkulit putih, berlengan empat).
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/0d/Re-Horakhty.svg/120px-Re-Horakhty.svg.pngDewa Ra
Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para Dewa (atau "Deva", "Daiwa") adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Para Dewa merupakan pengatur kehidupan dan perantara Tuhan dalam berhubungan dengan umatnya. Dewa-Dewi tersebut seperti: Brahma, Wisnu, Siwa, Agni, Baruna, Aswin, Kubera, Indra, Ganesa, Yama, Saraswati, Laksmi, Surya, dan lain-lain.
Karena ditemukan konsep ketuhanan yang maha esa, Dewa-Dewi dalam agama Hindu bukan Tuhan tersendiri. Dewa-Dewi dalam agama Hindu hidup abadi, memiliki kesaktian dan menjadi perantara Tuhan ketika memberikan berkah kepada umatnya. Musuh para Dewa adalah para Asura. Menurut agama Hindu, para Dewa tinggal di suatu tempat yang disebut Swargaloka atau Swarga, suatu tempat di alam semesta yang sangat indah, sering disamakan dengan surga. Penguasa di sana ialah Indra, yang bergelar raja surga, atau pemimpin para Dewa.

Agama Buddha

Dalam agama Buddha, Dewa adalah salah satu makhluk yang tidak setara dengan manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang, namun tidak abadi. Agama Buddha mengenal banyak Dewa, namun mereka bukan Tuhan, mereka tidak sempurna dan tidak maha kuasa. Mereka (para Dewa) adalah makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup.
Para Dewa tidak selalu sama dengan Bodhisattva. Para Dewa masih terikat pada karma dan samsara.

Mesir Kuno

Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa dan belum menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia, melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan unsur alam. Para Dewa merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan yang dimilikinya. Para Dewa yang menentukan nasib setiap orang.
Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan Dewa mereka.Tempat memuja para Dewa dan sesuatu yang berkaitan dengan para Dewa (seperti kitab, pusaka, dan kutukan) sangat dikeramatkan. Konon makam-makam para Raja dan kuil-kuil Mesir dilindungi Dewa dan mengandung suatu kutukan bagi orang yang berniat jahat. Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa tertinggi adalah Dewa matahari, Ra (Amon-Ra). Ia merupakan Dewa yang banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya. Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam, penguasa akhirat. Selain itu, juga ada Anubis, Dewa kegelapan

Mitologi Yunani

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b7/Olympians.jpg/180px-Olympians.jpg
Menurut mitologi Yunani, para Dewa adalah makhluk yang lahir seperti manusia, namun memiliki kemahakuasaan untuk mengatur kehidupan manusia. Mereka mengatur aspek-aspek dalam kehidupan manusia. Mereka tidak pernah sakit dan hidup abadi. Setiap Dewa memiliki kemahakuasaan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya.
Nenek moyang para Dewa adalah Chaos. Para Titan adalah anak Gaia, keturunan Chaos. Para Titan melahirkan Dewa-Dewi Yunani, seperti Zeus putera Kronus, yang selanjutnya Zeus melempar para Titan dan akhirnya ia bersama para Dewa yang lain menjadi makhluk yang berkuasa dan mengatur kehidupan manusia.
Menurut mitologi Yunani, para Dewa tidak tinggal di surga, tetapi tinggal di gunung Olympus. Di sana mereka berkumpul dan dipimpin oleh Zeus, raja para Dewa. Sebelum kedatangan agama Kristiani, penduduk Yunani menyembah para Dewa. Mereka membuatkan kuil khusus untuk masing-masing Dewa. Dewa-Dewi yang dipuja tersebut, misalnya: Zeus, Hera, Ares, Poseidon, Aphrodite, Demeter, Apollo, Artemis, Hermes, Athena, Hefestus, Hades, Helios, dan lain-lain.

Mitologi Romawi

Mitologi Romawi hampir sama dengan mitologi Yunani, hanya saja nama dewanya menggunakan nama-nama Romawi. Zeus disebut Jupiter, Hera disebut Juno, Ares disebut Mars, Poseidon disebut Neptunus, Aphrodite disebut Venus, Demeter disebut Ceres, Apollo disebut Cupid, Artemis disebut Diana, Hermes disebut Merkurius, Athena disebut Minerva, Hefestus disebut Vulkan, Hades disebut Pluto, Helios disebut Sol, Saturnus, Uranus, Fortuna, dan lain-lain.

Mitologi Nordik

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f2/Idun_and_the_Apples.jpg/240px-Idun_and_the_Apples.jpg
Dewa-Dewi Nordik hidup abadi dengan memakan buah apel dari Iðunn dan masih punya kesempatan hidup sampai Ragnarok tiba.
Dalam mitologi Nordik, para Dewa merupakan makhluk yang mahakuasa, seperti manusia namun hidup abadi. Mereka bersaudara, beristri dan memiliki anak. Para Dewa dibagi menjadi dua golongan, Æsir dan Vanir. Æsir adalah Dewa-Dewi langit, sedangkan Vanir adalah Dewa-Dewi bumi. Æsir tinggal di Asgard sedangkan Vanir tinggal di Vanaheimr.
Menurut mitologi Nordik, para Dewa tidak terkena penyakit dan tidak terkena dampak dari usia tua. Para Dewa hidup abadi meskipun dapat terbunuh dalam pertempuran. Para Dewa menjaga keabadiannya dengan memakan buah apel dari Iðunn, Dewi kesuburan dan kemudaan. Para Dewa mampu bertahan hidup sampai Ragnarok tiba.

Dewa (Hindu)

Dalam ajaran agama Hindu, Dewa (Devanagari: देव) adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, malaikat, dan manifestasi dari Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam agama Hindu, musuh para Dewa adalah Asura.
Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvaita, para Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi. Dalam hal ini, beberapa sekte memiliki paham monotheisme terhadap Dewa tertentu (lihat: Waisnawa).

Etimologi

Kata “dewa” (deva)berasal dari kata “div” yang berarti “bersinar”. Dalam bahasa Latin “deus” berarti “dewa” dan “divus” berarti bersifat ketuhanan. Dalam bahasa Inggris istilah Dewa sama dengan “deity”, dalam bahasa Perancis “dieu” dan dalam bahasa Italia “dio”. Dalam bahasa Lithuania, kata yang sama dengan “deva” adalah “dievas”, bahasa Latvia: “dievs”, Prussia: “deiwas”. Kata-kata tersebut dianggap memiliki makna sama. “Devi” (atau Dewi) adalah sebutan untuk Dewa berjenis kelamin wanita. Para Dewa (jamak) disebut dengan istilah “Devatā” (dewata).

Dewa dalam Weda

Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebuntukan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dewa yang banyak disebut adalah Indra, Agni, Waruna dan Soma. Baruna, adalah Dewa yang juga seorang Asura.
Menurut ajaran agama Hindu, Para Dewa (misalnya Baruna, Agni, Bayu) mengatur unsur-unsur alam seperti air, api, angin, dan sebagainya. Mereka menyatakan dirinya di bawah derajat Tuhan yang agung. Mereka tidak sama dan tidak sederajat dengan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan manifestasi Tuhan (Brahman) itu sendiri.
Dalam kitab-kitab Veda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan.
Dalam kitab suci Bhagawad Gita diterangkan bahwa hanya memuja Dewa saja bukanlah perilaku penyembah yang baik, hendaknya penyembah para Dewa tidak melupakan Tuhan yang menganugerahi berkah sesungguhnya. Para Dewa hanyalah perantara Tuhan. Tuhan Yang Maha Esa melalui perantara Sri Krishna bersabda:
sa tayā śraddhayā yuktas
tasyārādhanam īhate
labhate ca tatah kaman
mayaiva vihitān hi tān
(Bhagavad Gītā, 7.22)
Arti:
setelah diberi kepercayaan tersebut,
mereka berusaha menyembah Dewa tertentu
dan memperoleh apa yang diinginkannya. Namun sesungguhnya
hanya Aku sendiri yang menganugerahkan berkat-berkat tersebut.

Beberapa Dewa dan Dewi dalam agama Hindu

*         Agni (Dewa api)
*         Aswin kembar (Dewa pengobatan, putera Dewa Surya)
*         Brahma (Dewa pencipta, Dewa pengetahuan, dan kebijaksanaan)
*         Candhra (Dewa bulan)
*         Durgha (Dewi pelebur, istri Dewa Siva)
*         Ganesha (Dewa pengetahuan, Dewa kebijaksanaan, putera Dewa Siva)
*         Indra (Dewa hujan, Dewa perang, raja surga)
*         Kuwera / Kubera (Dewa kekayaan)
*         Laksmi (Dewi kemakmuran, Dewi kesuburan, istri Dewa Visnu)
*         Saraswati (Dewi pengetahuan, istri Dewa Brahmā)
*         Shiwa (Dewa pelebur)
*         Sri (Dewi pangan)
*         Surya (Dewa matahari)
*         Waruna (Dewa air, Dewa laut dan samudra)
*         Wayu / Bayu (Dewa angin)
*         Wisnu (Dewa pemelihara, Dewa air)
*         Yama (Dewa maut, Dewa akhirat, hakim yang mengadili roh orang mati)




 

 

 


Bhatara

Bhatara (Devanagari: भटर ; Bhaāra) adalah utusan Brahman (Tuhan) sebagai pelindung umat manusia dalam tradisi Hindu. Bhatara tidak sepenuhnya berarti Dewa karena ada definisi yang berbeda antara Bhatara dengan Dewa. Namun dalam perkembangannya, istilah Bhatara diidentikkan dengan Dewa. Bhatara berjenis kelamin wanita disebut Bhatari.

Pengertian Bhatara

Bhatara berasal dari kata “bhatr” yang berarti pelindung. Bhatara berarti “pelindung". bhatara adalah aktivitas sang hyang widhi sebagai pelindung ciptaanya, karena itu dalam pandangan agama hindu semua hal dialam semesta ini dilindungi oleh sang hyang widhi dengan gelar bhatara. ada begitu banyak nama-nama bhatara sesuai dengan tempat, fungsi dan kedudukannya. sebagaimana dikutip dalam ajaran siwa tatwa dalam agama hindu, sang hyang sapuh jagat apabila beliau menjaga pertigaan, sang hyang catus pata/ catur loka pala berkedudukan di perempatan jalan, sang hyang bairawi berkedudukan di kuburan, sang hyang tri amerta berkedudukan di meja makan. beberapa contoh nama bhatara di atas hanyalah contoh kecil dari sekian banyak nama bhatara yang menandakan sifat sang hyang widhi yang wyapi wyapaka atau ada dimana-mana. jadi' bhatara bukanlah makhluk-makhluk halus atau utusan tuhan melainkan bagian dari tuhan itu sendiri

Perbedaan Bhatara dengan Dewa

Dalam filsafat Hindu Advaita Vedanta, Dewa merupakan sinar suci atau manifestasi dari Brahman. Dalam hal tersebut, para Dewa berbeda dengan Bhatara, karena Dewa merupakan sinar suci Brahman sedangkan Bhatara merupakan aktivitas dari hyang widhi sebagai pelindung. dalam penerapannya di masyarakat hindu nama bhatara lebih dikenal dari istilah dewa, hal ini disebabkan karena manusia pada umumnya menginginkan perlindungan. beberapa contoh perubahan istilah dari dewa menjadi bhatara: dewa brahma = bhatara brahma dewa wisnu = bhatara wisnu dewa siwa = bhatara siwa dewa iswara = bhatara iswara dewa mahadewa = bhatara mahadewa dst.

Pemakaian istilah Bhatara

Dalam tradisi Hindu-Jawa umumnya, dan pada tradisi pewayangan khususnya, istilah Bhatara dipakai untuk merujuk kepada Dewa. Dalam tradisi Agama Hindu Dharma di Bali, istilah Bhatara diucapkan “Bêtarə”, dan disamakan atau bahkan diidentikkan dengan Dewa, karena sama-sama berfungsi sebagai pelindung, contohnya: Bhatara Wisnu, Bhatara Brahma, Batara Kala, dan sebagainya.

Beberapa Bhatara-Bhatari dalam Agama Hindu

Tuhan

Artikel ini adalah mengenai Tuhan dalam konteks monoteisme. Untuk melihat artikel mengenai Tuhan dalam konteks politeisme, lihat Dewa.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d0/Creation_of_the_Sun_and_Moon_face_detail.jpg/240px-Creation_of_the_Sun_and_Moon_face_detail.jpg

Potret Tuhan menurut imajinasi Michelangelo. Dilukis pada abad ke-16.
Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, di mana keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan. Banyak tafsir daripada nama "Tuhan" ini yang bertentangan satu sama lain. Meskipun kepercayaan akan Tuhan ada dalam semua kebudayaan dan peradaban, tetapi definisinya lain-lain. Istilah Tuan juga banyak kedekatan makna dengan kata Tuhan, dimana Tuhan juga merupakan majikan atau juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba sedangkan Tuan punya sahaya atau budak.
Kata tuhan disebuntukan lebih dari 1000 kali dalam quran[1]

Tuhan atau Dewa?

Di dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia, dua konsep atau nama yang berhubungan dengan ketuhanan, yaitu: Tuhan sendiri, dan Dewa. Penganut monoteisme biasanya menolak menggunakan kata Dewa di Indonesia, tetapi sebenarnya hal ini tidaklah berdasar. Sebab di Prasasti Trengganu, prasasti tertua di dalam bahasa Melayu yang ditulis menggunakan Huruf Arab (Huruf Jawi) menyebut Sang Dewata Mulia Raya. Bagaimanapun, pada masa kini, pengertian istilah Tuhan digunakan untuk merujuk Tuhan yang tunggal, sementara Dewa dianggap mengandung arti salah satu dari banyak Tuhan sehingga cenderung mengacu kepada politeisme.
Secara filsafat, prestasi dalam pencarian Tuhan biasanya berujung pada penemuan eksistensi Tuhan saja, dan tidak sampai pada substansi tentang Tuhan. Dalam istilah filsafat eksistensi Tuhan itu dikenal sebagai absolut, distinct dan unik.
Absolut itu artinya keberadaanya mutlak bukannya relatif. Hal ini dapat dipahami, bahwa pernyataan semua kebenaran itu relatif itu tidak benar. Kalau semua itu relatif, bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sesuatu itu relatif. Padahal yang relatif itu menjadi satu-satunya eksistensi realitas. Ibarat warna yang ada di seluruh jagat ini hanya putih, bagaimana kita bisa tahu putih padahal tidak ada pembanding selain putih. Dengan demikian tidak bisa disangkal adanya kebenaran itu relatif, dan secara konsisten tidak bisa disangkal pula adanya kebenaran mutlak itu. Dengan kemutlakannya, ia tidak akan ada yang menyamai atau diperbandingkan dengan yang lain (distinct). Kalau tuhan dapat diperbandingkan tentu tidak mutlak lagi atau menjadi relatif. Karena tidak dapat diperbandingkan maka tuhan bersifat unik, dan hanya ada dia satu-satunya. Kalau ada yang lain, berarti dia tidak lagi distinct dan tidak lagi mutlak.
Dalam gagasan Nietzsche, istilah "Tuhan" juga merujuk pada segala sesuatu yang dianggap mutlak kebenarannya. Sedang Nietzsche berpendapat tiada "Kebenaran Mutlak"; yang ada hanyalah "Kesalahan yang tak-terbantahkan". Karenanya, dia berkata, "Tuhan telah mati".
"Kesalahan yang tak-terbantahkan" dengan "Kebenaran yang-tak terbantahkan" tidaklah memiliki perbedaan yang signifikan. Sekiranya pemikiran Nietszhe ini dimanfaatkan untuk melanjuntukan proses pencairan Tuhan, maka Tuhan itu suatu eksistensi yang tak terbantahkan. Dengan demikian eksistensi absolut, mutlak dan tak terbantahkan itu sama saja.
Jadi, persoalan umat manusia dalam proses pencairan Tuhan tiada lain proses penentuan peletakan dirinya kepada (segala) sesuatu yang diterimanya sebagai 'tak terbantahkan', atau mutlak, atau absolut. Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim Ph.D mendefiniskan Tuhan sebagai segala sesuatu yang dianggap penting dan dipentingkan sehingga dirinya rela didominirnya (Buku:Kuliah Tauhid).
Perbedaan Tuhan dengan dewa hanya sekedar perbedaan terjemah bahasa, meski masing-masing punya latar belakang perkembangan makna terkait dengan apresiasi masing-masing atas konsepsi Ketuhanannya. Namun secara universal keduanya menunjuk pada eksistensi yang sama, yaitu soal 'Yang Tak Terbantahkan'

Konsekuensi Eksistensi Tuhan

Dengan kemutlakannya, Tuhan tentunya tidak terikat oleh tempat dan waktu. Baginya tidak dipengaruhi yang dulu atau yang akan datang. Tuhan tidak memerlukan tempat, sehingga pertanyaan tentang dimana Tuhan hanya akan membatasi kekuasaannya. Maka baginya tidak ada kapan lahir atau kapan mati.
Manusia dalam mencari Tuhan dengan bekal kemampuan penggunaan akalnya dapat mencapai tingkat eksistensinya. Kemungkinan sejauh ini, kemutlakan Tuhan menyebabkan manusia yang relatif itu tidak dapat menjangkau substansi Tuhan. Dengan demikian informasi tentang substansi Tuhan itu apa, tentunya berasal dari Sang Mutlak atau Tuhan itu sendiri.
Di dunia ini banyak agama yang mengklaim sebagai pembawa pesan Tuhan. Bahkan ada agama yang dibuat manusia (yang relatif) termasuk pembuatan substansi Tuhan itu tentu. Karena banyaknya nama dan ajaran agama yang bervariasi tidak mungkin semuanya benar. Kalau substansi si mutlak ini bervariasi, maka hal itu bertentangan dengan eksistensinya yang unik. Untuk menemukan informasi tentang substansi yang mutlak, yang unik dan yang distinct itu dapat menggunakan uji autentistas sumber informasinya. Terutama terkait dengan informasi Tuhan dalam memperkenalkan dirinya kepada manusia apakah mencerminkan eksistensinya itu.

Tuhan menurut monoteisme tradisi Abraham (Ibrahim)

Istilah umum Tuhan biasa dipakai sebagai sebutan oleh penganut monoteisme. Beberapa istilah untuk Tuhan muncul dari perbedaan bahasa dan tradisi agama. Kedua-dua cabang ini menghasilkan perkembangan arti istilah "Tuhan”".
*       AllahIslam/Arab. Lihat pula 99 Asma Allah .
*       Yehowa atau Yahweh – salah satu istilah yang dipakai Alkitab. Istilah ini berasal dari istilah berbahasa Ibrani tetragrammaton YHVH (יהוה). Nama ini tidak pernah dilafalkan karena dianggap sangat suci, maka cara pengucapan YHVH yang benar tidaklah diketahui. Biasanya yang dilafalkan adalah Adonai yang berarti Tuan.
*       Sang Hyang Tritunggal maha suci yang artinya adalah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, terutama dipakai dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks. Konsep ini dipakai sejak Konsili Nicea pada tahun 325 M.

Agama

Question book-new.png
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi".[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.

Beberapa pendapat

1.         Dalam bahasa Sansekerta
a.         Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "tradisi".
b.         Dalam bahasa Sansekerta artinya tidak bergerak (Arthut Mac Donnell).
c.          Agama itu kata bahasa Sansekerta (yaitu bahasa agama Brahma pertama yang berkitab Veda) ialah peraturan menurut konsep Veda (Dr. Muhammad Ghalib).
2.         Dalam bahasa Latin
a.         Agama itu hubungan antara manusia dengan manusia super (Servius)
b.         Agama itu pengakuan dan pemuliaan kepada Tuhan (J. Kramers Jz)
3.         Dalam bahasa Eropa
a.         Agama itu sesuatu yang tidak dapat dicapai hanya dengan tenaga akal dan pendidikan saja (Mc. Muller dan Herbert Spencer).
b.         Agama itu kepercayaan kepada adanya kekuasan mengatur yang bersifat luar biasa, yang pencipta dan pengendali dunia, serta yang telah memberikan kodrat ruhani kepada manusia yang berkelanjutan sampai sesudah manusia mati (A.S. Hornby, E.V Gatenby dan Wakefield)
4.         Dalam bahasa Indonesia
a.         Agama itu hubungan manusia dengan Yang Maha Suci yang dinyatakan dalam bentuk suci pula dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu (Drs. Sidi Gazalba).
b.         Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997)
5.         Dalam bahasa Arab
a.         Agama dalam bahasa arab ialah din, yang artinya :
§    taat
§    takut dan setia
§    paksaan
§    tekanan
§    penghambaan
§    perendahan diri
§    pemerintahan
§    kekuasaan
§    siasat
§    balasan
§    adat
§    pengalaman hidup
§    perhitungan amal
§    hujan yang tidak tetap turunnya
§    dll
b.         Sinonim kata din dalam bahasa arab ialah milah. Bedanya, milah lebih memberikan titik berat pada ketetapan, aturan, hukum, tata tertib, atau doktrin dari din itu.
c.           

Definisi

ReligijneSymbole.svg
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar